Pernahkah kau mendengar bahwa memaafkan bukan berarti mengobati? Pernahkan kau merasa baik-baik saja di antara kecamuk hati yang kau sumpal supaya tidak protes? Ya, tentu saja kau pernah mendengarnya. Bisa jadi kau bahkan tengah merasakannya. Sialnya, luka-luka yang kaututup dan kausumpal itu bisa bernanah dan meletus suatu hari. Kau hanya mampu menangis. Lalu kau menyadari bahwa lukamu belum terobati dengan cara ‘memaafkan’. Ya, aku tahu sekali kau sudah melakukan prosesi memaafkan itu dengan amat tulus. Kau sudah memaafkan apa-apa yang membuatmu sakit. Kau lulus sampai sana. Tapi kau belum sepenuhnya menerima bukan? Sebab itu kau berjalan ke sana ke mari, mencari obat. Lukamu nyatanya kembali menganga ketika angin sekadar menyapa memberi berbagai tanda.
Kau marah. Tapi tidak tahu pada siapa. Hei, kau bahkan tetap menangis tapi tanpa air mata. Kau menyembunyikannya entah di mana. Apa yang kau lakukan? Kau mencari obat itu pada nasihat-nasihat indah. Masih saja kambuh. Kau mencari obat itu pada apa yang membuatmu sakit. Sempat kautemukan. Tapi nyatanya kau jadi bertambah sering sakit. Kau mengaduh. Kau lupa satu hal. Obat itu sangat dekat bukan? Dirimu sendiri. Kau belum memaafkan dirimu sendiri. Kau lupa bahwa kau tak pernah bisa menerima semuanya tanpa memaafkan dirimu sendiri.
Perenungan geje
5 Agustus 2013
18.55
~ setiap penerimaan perlu proses dan naik turunnya suatu kekuatan dalam diri hanyalah tanda bahwa kau adalah manusia biasa.
Kau hanya perlu berdiri lagi.
Salam kenal 🙂 izin baca-baca konten blognya ya. Paling suka yang ini, kalau kata anak muda zaman sekarang “aku banget” 😀
salam kenal juga 🙂 wah makasih lho udah baca2. hehe iya, semoga segera memaafkan 🙂
Reblogged this on SekarKenanga and commented:
Memaafkan itu gampang, melupakan kesalahan itu perlu keikhlasan untuk mengobati, dan memaafkan itu memberi sedikit ruang pada rasa benci