Aku bahagia, seperti terlahir kembali. Setelah lama berjalan menerabas hujan, detik itu akhirnya tiba. Detik saat hujan mereda. Lalu sinar mentari pelan-pelan merona kembali, menawarkan cahaya kemerahan yang menyegarkan kulitku. Hujan itu benar-benar reda. Aku tak perlu lagi menahan perih pada rintik hujan apalagi ruang-ruang di selanya.
Aku berjalan lagi menyusuri abjad-abjad, merangkainya. Hujan yang mereda membuatku menyadari bahwa bukan kedatanganmu sambil menerabas hujan yang benar-benar kunanti. Aku merindu kebebasan. Menghirup udara segar tanpa basah hujan. Aku merindu cahaya. Berjalan pelan membentuk siluet indah. Aku merindu menjadi seperti ini. Terima kasih, Tuhan. Kau redakan hujan ini pelan-pelan.
Barangkali benar, semakin besar hujan, semakin segar udara yang tertinggal setelahnya.
Ah, bukankah hujan hanya bagian dari siklus kehidupan? Ia hanya sekelumit proses yang meninggalkan jejak hikmah. Jadi, tetap biarkan tangan Tuhan yang bekerja. Aku akan tetap berjalan dengan payungku sendiri, yang akan kukembangkan kapanpun aku mau. Aku tak akan mencari peneduh. Barangkali aku hanya perlu terus berjalan. Akan tiba waktu saat perjalanan ini menjadi sempurna dengan teduh yang diberikan-Nya. Entah kapan. Entah dengan siapa. Entah di mana. Aku hanya perlu terus berjalan menuju-Nya. Bukan begitu?
Bahagia amat sangat.
Cibitung, di rumah seorang sahabat lama
13 Juli 2013
23.06 WHH
hujan di tempatku juga udah reda hims 🙂 aku lagi nunggu pelangi hahahah moga keliatan
Amiiin. Seneng bgt mbak. Pdhl dulu ga pengen hujan reda, pengen hujan terus. Ternyata Tuhan memberhentikan hujan dan rasanya lebih melegakan 😀
Aku percaya lo selalu ada pelangi setelah hujan reda, minimal kalau kita mau melihatnya sendiri.