Ternyata anak-anak kembali memberi nafas untukku..

Setelah semalam berkutat di depan laptop, sok-sok bersahabat dengan tugas, padahal sebenarnya hanya menatapnya, sembari sendu. Menangis tanpa tahu kenapa. Merindukan siapapun. Ingin pergi ke manapun. Ingin menjauh dari huruf-huruf teori yang aaaarggh, menumpukkan presipitasi hitam di bawah sadarku. Entah apa yang terjadi padaku semalam. Aku terus diam, sampai tiba-tiba tertidur, terbangun lagi, berduaan dengan-Nya, menangis lagi. Itu yang terjadi sampai matahari mulai naik pagi tadi. Pintu kamar tertutup. Jendela rapat. Korden pun juga. Aku masih diam menatap laptop. Tapi pagi tadi sudah tak ingin pergi, ingin diam.
Lalu tawa-tawa terputar di antara penatku. Membuatku semangat berdiri, merapikan sekotak biru yang tersebar di dalamnya buku-buku berserakan, juga laptop yang menganga. Handuk biru mengundangku, cepat-cepat memintaku membersihkan badan. Aku tahu ini sudah lebih untuk dikatakan telat. (Jarkom jam 08.00, tapi aku baru siap pukul 9.30). Aku tidak peduli. Tetap berjalan, berlari, menuju kampus biruku.
“Eh ada Kakak yang baru datang. Ayo kenalan, ini namanya Kak Himsa.” Ketua divisi Pengabdian Masyarakat BEM SKM langsung menyambutku. Disahut sambutan “Hai” oleh adik-adik.
Aku tersenyum, menggumam. Ini anak-anak baru lagi. Mereka pasti menyenangkan.
Tidak salah. Baru dua menit aku berada di sana, penat yang membuatku menangis tanpa tahu kenapa semenjak semalam mendadak hilang. Ada hawa segar di kepalaku. Anak-anak. Ya, sudah terlalu lama aku tidak menjamah dunia mereka. Padahal mereka, selalu saja menjadi pemudar gundah yang lebih indah dari Langit malam.
“Mau belajar apa sekarang?” sapaku pada tiga laki-laki jagoan di depanku. Aku baru mengenal mereka. Dandanannya santai. Yang satu pakai topi ala Justin Bieber. Yang satu rambutnya njeprak, katanya “Monas berjalan, Kak.” Satunya lagi, sudah kelas VIII, dandanannya lumayan rapi dari kedua temannya. Tiga laki-laki itu bernama Jajang, Hendra, dan Nasrul.

“Cerita Nabi saja, Kak.”
Aku sedikit kaget. Juga bahagia. Masih ada anak-anak zaman sekarang yang menjadikan kisah nabi sebagai kisah favoritnya.
Aku lalu bercerita sedikit, mereka menyambung, antusias.
“Kalian sukanya lagu apa?” tanyaku lagi.
“Wah, pasti lagunya Justin Bieber ya?” sahut salah seorang kakak lain.
“Maher Zein dong, Kak.” Kemudian mereka bersama menyanyikan “Barakallah”-Nya Maher Zein.
Aku tertawa lagi. Kemudian kami mengobrol. Entah apa saja, banyak. Tapi ada satu yang membuatku teringat sampai sekarang.
“Laki-laki kan punya tanggung jawab yang lebih besar, Kak. Jadi ilmunya juga harus lebih banyak.” Mereka kompak mengatakan hal itu, dengan bahasa yang berbeda, sebelum aku mengajarinya. Anak-anak 12 belasan tahun itu sudah mengerti arti tanggung jawabnya. Ah, semoga anak-anak Indonesia lainnya pun seperti mereka. Walaupun bukan berada dalam limpangan fasilitas yang memadai, bukan berada dalam lingkungan yang serba ada, tapi mereka mengerti arti tanggung jawab.
Kami belajar lagi. Banyak sekali kejutan-kejutan lain yang membuatku diam. Ah iya, mereka tidak suka matematika.

Tapi mereka jago sekali pelajaran IPS. Berkali-kali aku memberikan tebakan, berkali-kali pula mereka memberikan jawaban yang tepat.Semoga kelak kalian menjadi pakar sosial yang hebat. Yang bertanggung jawab. Yang benar-benar berjiwa sosial tinggi. Semangat adik-adikku.
Terima kasih banyak untuk tawa kalian hari ini. Sejenak saja, itu bisa membuatku untuk memulai memaafkan diri sendiri (lagi).
Mushola kampus,
Sambil menatap danau.
18 Maret 2012
13.00 WLH
😀 mbaaakkk hiiimmsaaaa
pengennn kayakk gituu, maen sama anak2 T_______T
main aja dek, di sini mainanku sama anak-anak terus, haahaa. seru.. samperin aja mereka.